Sulbar.com - Ruangan dengan cat merah jambu berukuran tidak lebih besar dari 5x6 meter itu. Tampak meja bundar dengan warna alami yang bermaterialkan pohon kelapa dan berposisi tepat di bagian tengah ruangan. Gelas-gelas kopi yang masih mengepul juga berserakan di atas meja. Asbak yang tampak penuh menampung potongan puntung rokok beragam merek.
Seakan menegaskan bahwa yang tengah berlangsung itu amat sangat serius. Ya, kata serius, sepertinya sangat pas untuk mewakili suasana wajah dari mereka yang tampak khusyuk duduk mengelilingi meja bundar itu. Mereka berasal dari berbagai elemen komunitas yang tampak menyimak alur diskusi.
"Menulis sesungguhnya tak jauh berbeda dengan bagaimana kita belajar berenang atau belajar merangkak lalu berjalan", suara itu terdengar cukup lantang melebur dengan logat sumatera yang cukup halus dari bibir M. Syariat Tajuddin yang hari itu berposisi sebagai teman diskusi. Ia terlihat cukup bersemangat, sama bersemangatnya dengan sejumlah peserta yang hadir.
Sesekali Ia tampak berdiri dengan gerakan tangan untuk mewakili setiap kalimat yang dia ucapkan. "Sesungguhnya tak ada teori yang utuh dan ampuh yang bisa menjadi acuan tentang bagaimana cara menulis, kecuali langsung terjun kedalamnya dan menjadikan menulis sebagai sebuah pembiasaan, yang terus kita asah. Sehingga menulislah!." ujar Syariat sapaan akrabnya dengan kalimat yang cukup provokatif.
Diskusi jurnalistik yang dilaksanakan, di hari ahad 17 Mei 2015 pukul 11.30 Wita itu merupakan tindak lanjut dari diskusi sebelumnya dengan sahabat Walhi di salah satu cafee kopi di Polewali. Terdengar suara M. Ikhsan Welly di sela sela diskusi, "kami berharap diskusi ini bisa menjadi ruang pembelajaran bagi para penulis untuk mengasah ketajaman berfikir dan sekaligus menjadi ujung tombak bagi gerakan-gerakan perubahan", ujar Iccang sapaan akrab Eksekutif Daerah Walhi Sulawesi Barat ini.
Menariknya beberapa pokok pikiran yang terungkap dalam diskusi yang berlangsung alot itu menyebutkan, "menulis adalah bagaimana kita belajar untuk melakukan kerja-kerja ketuhanan, dalam hal ini menjadi seorang pencipta, menciptakan karya tulis yang kemudian menjadi hamba kita sebagai penulis, dengan harapan karya kita mampu menjadi pelatuk dari gerakan perubahan bagi kemaslahatan umat manusia".
Apakah anda pernah bermasalah dalam menulis SMS?, sebuah pertanyaan sederhana yang terlontar gurih untuk memulai materi kepenulisan. Tentu saja tidak, kecuali jika mata anda rabun dan lupa membawa kacamata, atau memang anda tidak bisa menggunakan android smartphone atau ponsel lainnya. Dan jawabannyapun sangatlah sederhana; Karena hal ini sering kita lakukan, sehingga menjadi kebiasaan. Tentu saja selalu akan ada gagasan untuk membalas atau menulisnya, karena Tuhan telah menitipkan otak kepada setiap orang untuk melahirkan ide atau gagasan itu, namun sungguh celakalah kita jika idea atau gagasan kita hanya akan mengakhiri nasibnya sebagai SMS, atau berakhir di dinding facebook dan kicauan kita di twiter. Sebab idea itu sangat bisa kita akhiri menjadi sebuah news, esai, freature, karya fiksi, artikel yang manfaatnya jauh lebih baik.
Perlu kita sadari bahwa yang tak kalah pentingnya dalam dunia kepenulisan ialah proses membaca, baca atau iqra. Dan membaca bukan hanya buku, namun segala ihwal termasuk didalamnya seperti membaca peristiwa, membaca alam, membaca perilaku. Membaca menjadi sangat penting bagi seorang penulis untuk memperkaya; ajeg, idea, dan hati agar tulisan tulisan menjadi lebih tajam dan hidup. Pelatihan jurnalistik ini dihadiri oleh beberapa orang. Baik yang berasal dari Majene maupun dari Tinambung Polewali Mandar yang notabene memang banyak bergelut di dunia kepenulisan. Dan diskusi ini jeda hingga maka siang bersama sembari melanjutkan diskusi santai bagaimana gerakan gerakan ke depan terkait dunia kepenulisan.
|