Sulbar.com - "Hal yang paling penting hari ini kita seriusi adalah, bagaimana memasukkan sastra Mandar ke dalam kurikulum muatan lokal kita di Mandar-Sulbar. Secara khusus sastra Kalindaqda ini", begitu tutur Murti, S.Pd, guru SMP 1 Sendana dihadapan puluhan peserta bedah draft buku Kalindaqda karya Bakrie Latief di Sendana kemarin sore, Rabu, 3 Juni 2015.
Hal itu terungkap, mengingat kondisi sastra daerah Mandar yang dalam penilaian Murti bernasib kurang baik. Baginya, sastra Mandar idealnya diletakkan ke dalam kurikulum lokal bagi genarasi Mandar, utamanya yang ada di bangku sekolah.
Selain soal kurikulum muatan sastra Mandar, dalam diskusi bedah Kalindaqda yang dipandu langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Majene, budayawan dan Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Sulawesi Barat, Drs. Darmansyah dan menghadirkan Suradi Yasil Budayawan Mandar itu, juga terungkap bahwa buku kalindaqda yang dikarang oleh Bakri Latief itu hendaknya direspon baik sebagai sebuah langkah maju bagi peradaban tanah Mandar.
"Saya kira ini penting ditiru semangatnya oleh teman-teman seniman dan pekerja budaya. Untuk juga ikut melahirkan karya dalam bidang apa saja. Utamanya para generasi muda kita", kata Suradi Yasil dalam pengantarnya saat tampil sebagai pembedah utama sore itu.
Pantauan SulbarDOTcom, acara yang digelar pasilitasi oleh Masyarakat Sejarawan Indonesia Sulawesi Barat selain dihadir oleh beberapa tokoh pekerja dan penggiat bahkan pengamat seni budaya Mandar, baik dari Balanipa maupun dari Sendana, dalam acara bedah draft buku itu juga tampak hadir Asisten Satu Pemkab Majene, Rizal Mukhtar dan Kepala Dinas Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Majene.
Dalam pemaparan Suradi, ia menyebutkan bahwa karya kalindaqda yang dibuat Bakri itu, tidaklah boleh lepas dari lisensi puitika yang menjadi kewenangan otonom penulisnya, namun bedah ini dibutuhkan sebagai upaya kritis untuk melihat secara detail latar penulisan hingga kepada pilihan gagasan yang terlontarkan dalam karya kalindaqda ini.
Pada sesi kedua, selain diwarnai dengan apresiasi dari peserta bedah, acara yang digelar di ruang terbuka dan di atas badan jalan rabat beton yang belum tuntas itu juga tidak kurang diwarnai kritikan, utamanya terkait dengan kandungan nilai mistik yang ada dalam karya kalindaqda itu, juga ihwal cara penterjemahannya ke dalam bahasa Indonesia yang bagi peserta dirasa belum begitu mengena.
[yat/yat]