Sulbar.com - Kelurahan Darma, Lingkungan Jambu Tua, Kecamatan Polewali cuacanya panas memanggang. Sore itu, Sabtu (10/10) sekitar pukul 15.30 sekitar dua puluh orang mahasiswa dari berbagai fakultas di Universitas Al Asyariah Mandar (Unasman) tampak duduk bersila di atas lantai papan dalam ruang tamu rumah panggung yang ukurannya tidak lebih dari enam kali sepuluh meter persegi.
Tampak antusiasme yang begitu tinggi dari wajah mereka, seakan mampu mengalahkan panas terik sore hari yang begitu menggigit. Ya, mahasiswa Unasman yang tergabung dalam organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Dakwah Kampus Al-Nabhani melakukan rekruitmen kader sebagai bagian dari kegiatan Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA).
Dalam round down acaranya, sekitar sepuluh materi tampak tercantumkan. Beragam pembicara hadir dan terlibat dalam diskusi. Sejumlah pembicara yang tidak di ragukan lagi kedalaman ilmu yang dimilikinya. Salah satunya adalah materi yang bertema “Paradigma Budaya Dan Hubungannya Dengan Agama” yang di paparkan oleh Sahabat Senior M. Syariat Tajuddin S.H, M.H. yang juga adalah Dosen di Unasman.
Dalam paparannya, Syariat mengatakan, budaya dan Agama merupakan satu kesatuan yang tak dapat terpisahkan. Ibarat dua sisi mata uang yang selalu berdampingan. "Keduanya mencakup satu sama lain maka keduanya tak dapat terpisahkan. Proses kelahiran budaya pada hakikatnya adalah untuk kebaikan hidup. Budaya sudah ada jauh sebelum kehadiran Agama Islam. Dan itu cukup mencerminkan nilai-Nilai kearifan lokal yang menjunjung tinggi kultur atau budaya yang lahir dari para nenek moyang. Dan itu beberapa diantaranya masih bertahan hingga kini," tutur Syariat.
Ia mencontohkan, pada tradisi tolak bala yang di lakukan masyarakat di banyak tepian sungai di Mandar. Yang mengahanyutkan beberapa songkolo (sokkol) dan ayam yang di letakkan di atas perahu yang terbuat dari batang pisang kemudian di hanyutkan ke sungai. "Sekilas ketika pendekatan agama yang dipakai maka hal itu hanya mubazzir saja. Tapi dari sudut lain ada satu keberkahan bagi masyarakat yang bermukim di tepi sungai sebab dapat menikmati makanan tersebut yang untuk itu, biasanya masyarakat tepian sungai telah menungguinya," ujarnya.
Namun seiring waktu bergulir, menurut Syariat, peradaban dan budaya semakin tergeserkan dikarenakan budaya yang dikonsumsi oleh masyarakat hari ini banyak yang bersumber dari luar Mandar. Akibatnya budaya pun tercoreng dan citranya pun semakin jauh dari kata spritulitas ajaran agama.
"Budaya mandar di zaman dahulu sangat menjunjung tinggi kemuliaan seorang wanita. Mensejajarkan antara pusaka-pusaka mandar yang disimpan apik di bawah atap rumah yang sengaja dibuatkan tempat untuk penyimpanan dan pemuliaan terhadap wanita. Namun alangkah mirisnya hari ini budaya tersebut sudah mulai bergeser. Wanita Mandar telah begitu banyak yang tidak dimuliakan, bahkan tidak pandai memuliakan dirinya sendiri," terang Syariat.
Bahkan, masih lanjut Syariat, tak kalah hebatnya, banyak orang tua yang juga sudah mulai ikut dengan budaya yang sejatinya datang dari barat seperti memakai celana jeans dan mengesampingkan pakaian adatnya. Tadinya orang tua yang akan dijadikan sebagai panutan namun kini sebagian dari padanya telah tergerus arus zaman.
Sehingga bagi Syariat, kebudayaan hari ini butuh penopang untuk kelangsungannya ke depan maka perlu kesadaran dari para pemilik sah kebudayaan Mandar. Masyarakat butuh filter dalam memilah sesuatu sebelum diseret. Apa lagi saat ini peran media massa mencaplok dan mempertontonkan hal yang dimana selalu menuntut kesempurnaan dalam literan dan ukuran orang barat.
"Secara jujur harus diakui, banyak orang dari daerah yang lain datang meneliti di Mandar karena Mandar kaya akan keluhuran budaya. Hanya saja masyarakat pada hari ini masih apatis mungkin terlena akan keindahan budaya dari luar. Faktanya banyak pemuda yang saat ini gengsi dan tak mengakui budayanya mulai dari cara berbicara yang sudah tidak memiliki aura ke-Mandar-an. Hubungan terhadap lawan jenis sepertinya tak ada lagi sekat. Semua serba bebas padahal tujuan keberadaan budaya merupakan kebaikan dan kemaslahatan untuk sesama," urainya panjang lebar.
Selain itu, Syariat menaruh harapan banyak kepada Lembaga Dakwah Kmpus Al Nabhani Unasman ini agar kelak tetap memilih berada di garis yang benar untuk memberikan sumbangsih pemikiran dan pertahanan dari aliran yang mengesamping budaya. "Maka ketika menjadi kader aktifis dakwah suatu keharusan mempertahankan budaya leluhur dengan tetap menjaga marwah dan petua para alim ulama dan para tetua masyarakat Mandar," tandas Syariat.
Perlu diketahui, tujuan dari pemberian materi ini adalah membuat kesadaran bagi seluruh peserta tentang pentingnya menjaga tradisi dan kebudayaan serta mempertahankan Lembaga Dakwah Kampus Al-Nabhani Unasman sebagai benteng pertahanan ideologi Ahlusunnah Wal Jamaah. Di bawah Naungan berkah para alim ulama.
|