Sulbar.com - Tidak ada jaminan, jika Indonesia akan bertahan sebagai sebuah bangsa. Karenanya dibutuhkan sebuah upaya serius semua pihak dalam negara untuk setia merawatnya. Begitu salah satu benang merah yang terungkap dari Saprillah Syahrir di hadapan kurang lebih 35 orang peserta Fokus Grup Discussion (FGD) yang digelar Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Polewali Mandar, Rabu 18 November siang kemarin.
Saprillah yang dikenal sebagai peneliti dan novelis dalam materinya yang bertema reaktualisasi Pancasila itu menyatakan, generasi Indonesia hari ini diserang oleh berbagai pengaruh yang begitu luar biasa. Karenanya dibutuhkan, pemahaman mendasar tentang bagaimana mencintai dan merawat tanah air ini.
"Salah satu hal yang paling mungkin kita lakukan sebagai generasi bangsa ini, adalah menguatkan pemahaman identitas kita. Utamanya pemahaman lokalitas kita. Sehingga dengan begitu kita tidak akan jauh terjebak sebagai bangsa yang kehilangan arah oleh pengaruh yang menyerang kita," tuturnya.
Ia mengkhawatirkan kelak generasi muda bangsa Indonesia akan jauh lebih paham artis-artis korea dan segala yang berbau barat dan melupakan lokalitasnya. "kita jangan lengah Indonesia ini harus dirawat dengan baik, sebagaimana kita harus merawat cinta kepada seseorang yang kita sayangi, sebab jika tidak kita bisa saja kehilangannya, jika kita tidak pandai merawatnya," ujarnya memberi amsal.
Karenanya, menurut mantan aktivis PMII yang telah melahirkan novel yang berjudul 'Tahajjud Cinta Sang Aktivis', serta 'Kasidah Maridet' dan tengah merampungkan novel bertema 'Bissu' ini, warga Indonesia harus menyusun harga dirinya, "kita harus menyusun harga diri kita sebagai anak bangsa, ditengah skenario kebudayaan dan koloni dari berbagai aliran paham serta pengaruh kebudayaan yang akan mengaburkan kita dari sejatinya identitas kita".
Menyinggung generasi Mandar di Sulawesi Barat, dengan bersemangat ia mengatakan, anak Mandar harus paham betul bagaimana Deng Rioso, bagaimana Benteng Mangiwang serta bagaimana Imam Lapeo. "Karena mereka adalah aktor sejarah dan juga bahagian dari sejarah diri kita, yang tidak boleh begitu saja mengabur dari diri kita".
Rahmat Bagi Alam dan Peradaban
Selain Saprillah, dalam pemaparan materi sebagai penguatan awal peserta FGD sebelum terlibat dalam sesi diskusi, Syarifuddin Plt Kepala Kesbanglinmas Polman dalam materinya yang bertema demokrasi, lebih banyak menyinggung seputar peran penting generasi muda dalam memformat dirinya sebagai agen demokrasi.
"Karena pilihan demokrasi bangsa kita membutuhkan implementasi nyata dalam kehidupan kita. Bukan hanya berakhir menjadi konsep-konsep dan teori. Tetapi demokrasi harus dinyatakan dalam kehidupan keseharian kita," ujar Syarifuddin.
Sementara itu, Pengurus Tanfidziah PWNU Sulbar, Habib Sayyid Ahmad Fadl Jafar Taha Al-Mahdaly dalam pemaparannya sebagai pemateri ketiga, lebih banyak menyoroti seputar spritualitas dan lokalitas tradisi.
Ia mengatakan, agama tidak boleh dijadikan dasar untuk berbuat zalim kepada orang lain, "jangan karena alasan agama lalu kita membunuh atau menzalimin orang lain, karena agama tidak mengajarkan itu. Agama harus menjadi rahmat bagi alam dan peradaban kita. Ada banyak contoh yang bisa kita lihat bagaimana annagguru serta panrita kita yang begitu cakap mengembangkan dakwahnya dengan cara santun dan tidak memaksa. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kebudayaan. Dan itu menurut saya yang arus menjadi panutan kita bersama di tanah ini. Dimana kita harus menghargai sesama kita. Karena perbedaan adalah sebuah keharusan. Begitulah Tuhan menciptakan kita dalam perbedaan-perbedaan. Karenanya kita harus menghargai itu".
Diskusi Timpal Menimpali
Sekedar diketahui, usai pemaparan tiga materi, pada sesi kedua usai istirahat shalat dan makan siang, semua peserta FGD dengan dipandu Mantan Ekesuktif Daerah Walhi Sulawesi Selatan, Subair Sunar kemudian mempasilitasi diskusi bersama untuk merumuskan berbagai hal yang terkait dengan kehidupan anak-anak muda dan para peserta yang didominasi pelajar SMA dan sederajat.
Yang menarik dari diskusi pada sesi kedua itu, tampak peserta saling timpal menimpali dan berebut untuk mengemukakan pandangannya diseputar pembacaan atas penomena budaya dan sosial serta kenegaraan bangsa Indonesia.
Dan melalui itu, Subair yang juga tercatat sebagai Direktur Eksekutif Muqim Patappulo Institute dengan begitu piawai memainkannya dengan merekam keseluruhan proses diskusi yang dipenghujungnya kemudian dikerucutkan pada beberapa poin kesimpulan dan rekomandasi.
Yang begitu nyata dan amat memungkinkan untuk diimplementasikan sebagai bagian dari program tindak lanjut untuk membangun karakter anak-anak negeri Indoenesia, utamanya yang ada di Polewali Mandar.
[yat/yat]
|