Sulbar.com - "Innalillahi Wainnailahi Rajiun. Telah berpulang ke Rahmatullah Ayahanda Sahabat KH. Slamet Effendy Yusuf, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, mantan Ketum PP GP Ansor malam ini di Bandung. Al Fatiha".
Ucapan berkabung itu ditulis Harianto Oghie, salah satu pengurus teras Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor di jejaring social face book. Tepat pukul 07.30 Wita, penulis membaca ucapan lirih nan menghunjam jantung itu.
Tak pelak, tanpa menunggu waktu yang lama, sejumlah komentar duka cita menjejali dinding facebook di pagi yang masih nampak gelap. "GP Ansor Polman Turut Berduka Cita yang sedalam-dalamnya atas wafatnya guru kita KH. Slamet Effendy Yusuf (Wakil Ketua PBNU 2015-2020, Mantan Ketua Umum PP GP Ansor. Semoga segala pengabdiannya diterima di sisi-Nya..Al Fatiha," tulis Busra Baharuddin, Ketua Umum GP Ansor Polewali Mandar yang tengah berada di Makassar menjalani studi program pasca sarjananya.
Kesedihan yang cukup mendalam dirasakan bangsa Indonesia, terlebih lagi warga Nahdliyyin di seluruh penjuru bumi. Betapa tidak, Sang Panutan Umat, penggagas Deklarasi Murnajati, yang menginginkan independensi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di masanya, telah pergi untuk selama-lamanya. Kepergiannya telah mengukir prasasti pengabdian yang tak mungkin hilang diterpa badai zaman.
Berpulangnya KH. Slamet Effendy Yusuf adalah sebuah kehilangan yang patut direnungkan. Sama halnya tatkala KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menuju peraduan terakhirnya. Yudi Latif pernah menyitir dalam artikelnya "Dengan Mati Gus Dur Abadi" yang dimuat Kompas 11 Januari 2010 silam, bahwa perginya seorang tokoh bangsa ibarat kehilangan biduk perahu yang terancam oleng oleh ketiadaan nahkoda yang memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat, visioner, dan pengayom. KH. Slamet Effendy Yusuf adalah pewaris tongkat estafet kepemimpinan demi tegaknya ajaran Islam Ahlusunnah Wal jama’ah di bumi persada Nusantara, yang diwariskan para ulama pendahulunya: Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Samsuri, KH. Sahal Mahfudz, KH. Abdurrahman Wahid dan seluruh ulama Nahdliyyin lainnya tanpa terkecuali.
Tongkat estafet kepemimpinan yang turun temurun dan wajib selalu diajarkan kepada Umat Rasulullah Sallallahualaihi wasallam, bersama KH. Said Aqil Siraj, dan pengurus PBNU Lainnya. Tak terkecuali anak-anaknya di GP Ansor, Fatayat, PMII, IPNU, IPPNU, dan secara keseluruhan warga Nahdliyin, baik tingkatan jami’iyah maupun jama’ah.
Di tengah perjalanannya untuk melanjutkan tongkat estafet itu, beliau harus pergi meninggalkan kita semua. Meninggalkan sejuta kisah perjuangan yang patut diteladani seluruh generasi bangsa ini.
Selamat jalan KH. Slamet Effendy Yusuf. Dari lubuk hati kami yang paling terdalam, Kami hanya mampu mengirimkan suratul Fatiha dan Surah Al Ikhlash kepadamu. Semoga darma bakti pengabdianmu, menghapus hijab untuk bertemunya dirimu dengan Allah Subhanahuwata’ala dan Kekasih-Nya, Rasulullah Muhammad Sallallahhu alaihi wasallam.
Ucapan lirih dari kami yang tak punya rasa malu, yang mengaku sebagai anakmu. Selamat Jalan. Semoga kepergianmu Bi Khusnul Khotimah. Amin Ya Rabbal Alamin.
|