Sulbar.com - Literasi bukan lagi kata yang asing untuk ditelaah pemaknaannya. Walaupun secara klasik literasi hanya sekedar bentuk makna dari kemampuan membaca dan menulis. Pada masa itu, membaca dan menulis mungkin dianggap cukup sebagai pendidikan dasar bagi manusia guna menghadapi tantangan zaman dan kerasnya kehidupan.
Makna literasi semakin berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan makna tersebut mengikuti perkembangan zaman yang bergerak cepat. Perkembangan zaman yang pesat jugalah yang membukakan tirai penutup literasi. Dan kini kita tahu bahwa literasi tak melulu baca-tulis. Ya, literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik.
Tak heran jika, dewasa ini literasi menjadi kosa kata yang banyak disandingkan dengan teks lain. Semisal literasi komputer, literasi virtual, literasi media dan sebagainya. Hal tersebut merupakan transformasi makna literasi karena perkembangan zaman.
Apatah lagi menyangkut pencerahan yang terdengar hangat dan terlihat didunia maya serta media cetak, bahwa marak-maraknya gerakan literasi di Mandar yang kian bergerak menyapa anak Mandar akan pentingnya membaca.
Gerakan yang dimotori oleh salah satu jurnalis dan budayawan muda Mandar, Muhammad Ridwan Alimuddin dan beberapa orang muda lainnya di daerah kita ini, merupakan kebanggan tersendiri yang dimiliki oleh Sulawesi Barat dan Indonesia pada umumnya.
Bukan hal yang mudah meluangkan waktu dalam menginjeksikan virus literasi, tidak mengeherankan kemudian jaringannya tidak hanya sekedar di Sulawesi Barat tetapi diberbagai titik di Indonesia.
Tak sia-sia gerakan tersebut, upayanya berhasil menggerakan beberapa masyarakat lain untuk melakukan hal yang sama di Polman, bahkan Mandar-Sulawesi Barat. Tak semua orang sadar ataupun rela meluangkan waktunya untuk upaya pencerdasan anak bangsa ini. Hal tersebut patut diapresiasi baik.
Contoh gerakan literasi yang konkrit pula banyak digeluti para penggiat pustaka di Jawa dan Sumatera. Misalnya saja sekolah literasi yang diadakan dalam rangka mendistribusikan pengetahuan yang berbasiskan pada narasi perjuangan sekaligus proses pembebasan dan apresiasi identitas kultural melalui gerakan literasi.
Sekolah literasi yang merupakan pelatihan bagi pesertanya yang bertujuan membentuk pemahaman tentang pentingnya rumah baca, pentingnya membangun gerakan literasi, metode-metode pengembangan gerakan literasi hingga pentingnya membangun gerakan literasi yang ideologis yang mempunyai visi kerakyatan.
Menelisik sulawesi barat, jika menakar bacaan gerakan literasi dalam perspektif ideologi, mandat ideologi apakah yang kini hendak dibangun dari sekedar kesadaran mengenal, tulisan, pengetahuan dan bacaan. Bagaimana upaya filter terhadap bahan bacaan yang disuguhkan dari pertarungan lokalitas dengan liberalisme serta radikalisme ?
Maksudnya penulis adalah, selain dari gerakan literasi, dalam latar idealnya juga dibarengi pula dengan mandat ideologi yang mesti tertuang baik dari sekedar mengenal bacaan. Misalnya saja, hal urgen apa yang marak di masyarakat yang mesti dibenahi melalui gerakan literasi ini.
Bisa saja doktrin paradigma kehidupan sosial, agama dan kebudayaan. Pembebasan buta huruf latin namun tetap melestarikan huruf huruf lokal dan bahasa.
Tentu saja pengamatan penulis bisa sumir alias subjektif, setelah berharap gerakan literasi tidak hanya sekedar pentingnya membaca, tetapi juga penambahan pengetahuan bagi masyarakat akan peta pertarungan ideologi yang menyelimuti pergumulan ke-Indonesian kita hari ini.
Dan ditengah semua ini, rasanya tidaklah berlebihan jika muncul sebersit harapan pada suguhan bacaan yang bisa membangun kesadaran pentingnya sebuah paradigma ideologi. Contohnya adalah meletakkan dengan baik seputar doktrin kebangsaan, moderasi agama ataukan kecintaan lokalitas kita pada daerah.
Yang pada gilirannya nanti kecerdasan yang diperoleh dari gerakan literasi bisa pula berakhir pada kecerdasan yang juga memberikan corak dan warna pada kesadaran identitas kita semua sebagai anak bangsa juga anak banua.
|