Sulbar.com - Akibat kekerasan seksual yang dilakukan oleh BL ayah kandungnya sendiri sejak kelas V SD, SP (17 tahun) warga Desa Tawalian Timur, Kecamatan Tawalian Mamasa hingga kini mengalami trauma berat bahkan menutup diri dan enggan dan berkomunikasi dengan orang lain, Akibatnya, keluarga SP memilih mengasingkannya ke Dusun Tanete.
Daud, keluarga SP yang mengantarkan SulbarDOTcom, Kamis 12 Mei kemarin, untuk menemuinya di tempat pengasingannya ke Dusun Tanete, mengatakan, setelah sekian tahun SP mengalami tekanan batin akibat intimidasi dari ayah kandungnya yang mengancam akan membunuh korban jika membuka dan menyebarluaskan aib kekerasan seksual yang dilakukannya terhadap SP.
"SP kini mengalami tekanan batin yang sangat hebat sehingga untuk bertemu dan berkomunikasi dengan orang masih ketakutan. Inilah yang membuat kami, berinisiatif untuk mengamankannya ke Dusun Tanete, Desa Tawalian Timur yang letaknya terpencil dan jauh dari keramaian," tutur Daud.
Daud berceritera, SP memang diancam ayah kandungnya sendiri untuk memuaskan keinginannya sehingga dengan terpaksa dia menuruti hal itu karena takut. "Dan itu berlangsung sejak SP masih berada di kelas V SD hingga kelas III SMP, akibatnya, SP hamil dan melahirkan seorang putri pada April 2016 lalu dan tatkala dipertanyakan siapa yang melakukannya, SP lalu kemudian dengan terpaksa menceritakan kejadiannya. Saat itu semuanya lalu terbongkar".
Daud juga mengatakan, kini SP enggan maladeni orang laun untuk berkomunikasi, "jika saya tidak mendampinginya, dia (SP-red) tidak akan mau bertemu dengan siapapun. Itu karena kejiwaannya masih terpengaruh dengan kekerasan yang sering dilakukan ayah kandungnya. Bahkan dengan terpaksa gadis ini gagal mengikuti ujian nasional tingkat SMP, setelah musibah ini menimpanya. Walau kami kami kini juga tetap melakukan upaya untuk berkoordinasi ke pihak sekolah, kiranya tahun depan gadis ini bisa mengikuti ujian nasional, sambil menunggu proses pemulihan kejiwaannya," tutur Daud yang juga merupakan salah satu staf di UPTD Pendidikan Kecamatan Tawalian.
Daud berharap, Pemerintah Kabupaten Mamasa dan Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak serta semua instansi terkait secara khusus juga ikut memberikan pendampingan agar SP kembali pulih dari traumanya. "Dan yang paling penting adalah diharapkan setiap UPTD Pendidikan melakukan pendampingan anak agar masalah seperti tidak lagi terjadi. Jikapun terlanjut terjadi, maka kami berharap semua pihak memiliki kepedulian untuk segera dapat menanganinya, utamnya terkait dengan pemulihan kejiwaan anak yang menjadi korban kekerasan seksual," pungkas Daud.
[FCR/yat]
|