Sulbar.com - Dimulai dari sebuah perbincangan ibu-ibu pecinta Dangdut disebuah pete-pete (Angkot). Dengan semangat berapi-api, mereka bercerita soal kemenangan Ical didangdut academi baru-baru ini, terlebih ketika kabar kedatangan ical dalam rangka safari dangdut yang di fasilitasi oleh kandidat bakal calon gubernur Sulbar berjargon AMAN.
Penulis dibuat sedikit tertawa dan berfikir akan eforia diatas mobil angkot tersebut. Yang menarik adalah ketika salah satu diantara mereka tiba-tiba menyahut bahwa itu adalah politisasi jika kita mencoba menafsir maksud sanggahan rekannya.
Suasana kian riuh, tanpa risih sedikitpun dengan penumpang lain, protespun dan adu mulut tak terhindarkan, diatas angkot. Padahal maksud salah satu kawan ngobrol ini tidak menyalahkan tetapi mencoba menggambarkan, betapa hegemoni ideoligisasi yang terbangun cukup berpengaruh saat nama besar ical digiring dalam ranah politis.
Bisa dibilang penulis prihatin dan bergumam, sebab mereka jadi tak peduli lagi akan segalanya, termasuk tak peduli kalau saja gerakan safarai dangdut ini, merupakan politisasi. Tetapi yang penting dalam konser tersebut,menyampaikan hasrat agar dapat bertemu dengan sang idola yang selama ini hanya bisa ditonton di TV.
Sungguh memang tak diragukan decak kagum seluruh rakyat Mandar Sulawesi Barat kala Ical memastikan diri sebagai juara academi, masih melekat hangat pada mereka. Adu gengsi skil dan kedaerahan berhasil menyatukan mendaulat ical milik rakayat Sulbar. Tak pelak, pujianpun datang dari berbagai kalangan, haru bahagia dan kesempatan emas menjadi jutawan terbuka lebar untuk pria Mandar itu.
Semua golongan, termasuk politisi berlomba-lomba memberi apresiasi. Tak ketinggalan gubernur Sulbar sengaja datang ke Studio Indosiar dengan kemampuan lobi nasionalnya, bisa secara terbuka dihadapan diseluruh pasang mata memberi sapaan harapan untuk kemenangan ical secara live. Begitupun dengan senator muda Asri Anas asal Sulbar.
Tetapi kemudian kesenangan itu berubah menjadi nuasa politik. Sadar atau tidak Ical kini menjadi alat peraga baru dalam sosialisasi kandidat, baliho yang dulunya bertebaran dijalan kini berjalan bagai pameran dan iklan.
Dimulai dari Mamuju Utara hingga Polman, Ical dalam menghibur sekaligus menjadi media yang bertujuan memancing massa dalam gerakan kampanye kandidat tertentu.
Bukan tanpa alasan, nama besar ical tentu tak diragukan akan mendatangkan banyak orang. Untuk seoarang kandidat yang tak memiliki massa fanatis. Dia tak perlu repot memoblisasi massa dan merogoh kantong untuk operasinal pemulangan massa.
Sebab pertimbangan yang cukup strategis ini begitu mudah mendatangkan massa dengan hemat, dan berkesempatan menyampaikan kampanye politik. Safari dangdut Ichal dijadikan, kesempatan emas untuk menunjukkan kesungguhan dan niat mulia kandidat tertentu.
Artis dan Dunia Politik
Artis dan dunia politik, kaitan keduanya sebenarnya sudah banyak terjadi, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Meski yang lebih marak terjadi adalah, artis yang kemudian menjadi aktor politik.
Sebagai contoh, sebelum terjun ke dunia politik, Presiden Amerika Serikat periode 1980-1988 Ronald Reagan dan mantan Gubernur California, Amerika Serikat, Arnold Schwarzenegger dikenal sebagai artis. Di era Orde Baru, artis Rhoma Irama pernah dikenal sebagai salah satu sosok penting di Partai Persatuan Pembangunan.
Pembicaraan seputar kehadiran artis di politik Indonesia makin sering di era Reformasi. Ini seiring dengan makin banyaknya artis tampil di politik praktis.
Apalagi ketika pemilihan umum dilaksanakan secara langsung dan menggunakan sistem suara terbanyak popularitas cukup dibutuhkan. Meskipun konteks ichal ini berbeda, tatapi segmennya masih seputar artis dengan politik. Ical berhasil didesain menjadi wadah strategis dalam mendongkrak popularitas Kandidat.
Namun harapan besar yang paling mendasar adalah, semoga ichal tak hanya sekedar dimanfaatkan dalam momentum kampanye. Tetapi buah dari keberhasilan momentum tersebut tak sekedar dijadikan jembatan menuju kursi kekuasaan, tetapi menpertegas bahwa visi-misi AMAN membangun Sulawesi Barat, dapat di implementasikan dengan baik dan sungguh-sungguh.
Artinya adalah, harapan masyarakat Sulbar, semoga safari dangdut ini, tak sekedar menjadikan Ical desain kampanye politik semata, tetapi konser Ical secara substansial sebagai alat menuju perwujudan cita-cita mulia yang nantinya benar-benar akan diwujudkan.
Tidak malah menghibur bagai dangdut dipanggung academi (red:pesta demokrasi), lalu menjadi sandiwara layaknya seperti lenong di pemerintahan.
|