Sulbar.com - Pagi pada puncak kemarau Sabtu 2016 langkah kaki pagi itu mulai beranjak langkah demi langkah menyusuri dan mendaki ke perkampungan yang masih begitu dekat wilayah kota Mamasa melewati perkampungan kalimbuang dan Desa Taupe di Kecamatan Mamasa.
Saatnya memasuki kondisi jalan yang tak mungkin dilalui kendaran, pendakian serta bebatuan bertebaran badan jalan, di bawah terik matahari seakan-akan memanggang kita saat melakukan pendakian setelah melalui pendakian yang cukup menantang itu kita mulai memasuki hutan yang lebat, perjalan di tengah hutan yang begitu sunyi, udara yang dingin dan sejuk serta suara suara burung burung yang sesekali terdengar berada di atas pohon seakan mengiringi perjalanan.
Perjalanan yang tadinya mendaki sekarang berganti menurun menyusuri lereng-lereng gunung.
Isi hutan yang lebat pun selalu menawarkan keindahan, bunga-bunga anggrek yang berdiri koko diatas pepohonan menjadiakan sesuatu pemandangan indah siang itu.
Tak terasa waktu suda menujukkan pukul 3 sore, dari lereng gunung tampak jauh di pandang perkampungan berada di lembah dan ada pula di atas perbukitan, kemudian sisi kanan kirinya adalah gunung yang tak lain adalah Desa Ulumambi, perjalanan panjang yang memenatkan itu yang hampir satu hari full di jalani, seakan terbayar lunas dengan sajian alam yang sangat menakjubkan.
Gunung batu yang menjulang tinggi, dihiasi sawah yang membentang disetiap sisi lereng dengan suasana pedesaan yang masih natural telah mengobati seluruh rasa capek di perjalanan, dalam perjalanan sesekali bertemu para penduduk desa ini yang hendak ke pasar di kota Kabupaten Mamasa.
Tak ada yang lain dalam pikiranku saat melihat orang orang itu hendak ke pasar kota Mamasa selain bertanya pada diri sendiri "jam berapa malam kira kira nyampainya orang orang itu di kota kabupaten apalagi sekarang ini suda sore hari, dapat terbayangkan perjalanan mereka kami saja yang beragkat pagi dari Kota Mamasa nyampai di sini suda sore hari".
Jarak dari kota Mamasa sampai di Desa ini kira- kira kurang lebih tiga puluhan kilometer.
Mayoritas penduduk Desa ini adalah petani dapat terlihat dari kejauhan para penduduk sedang sibuk mengolah sawah – sawah mereka, melangka dan terus melangka seiring berjalanya waktu perjalanan yang memang sangat melelah kan bagi orang –orang yang baru pertama kali berkunjung ke daerah ini, kadang menuruni lemba kadang pula
mendaki ke bukit bukit perkampungan . namun ini tak mengurung niat untuk sampai pada titik tujuan demi meliat Air terjun Sambabo yang katanya menjadi menjadi ikon tersendiri di Kab. Mamasa.
Dalam perjalanan menyusuri perkampungan saya bertemu sorang penduduk yang hendak menuju ke perkampungan yang berseblahan dengan kampungnya. laki–laki muda yang umurnya sekitaran 26 tahun.
Saya Mulai mengobrol dengannya, saat di tanya soal bagaimana kehidupan masyarakat di daerah ini dia dengan lembut menjawab “daerah ini masih tergolong daerah pelosok listrik pun tak ada, jaringan seluler untuk hp tak terjangkau dan masyarakat yang berada disini kalau hendak ke pasar yang bearada di Ibukota Kabupaten harus jalan
kaki seharian dan biasanya mereka bermalam di perjalanan esoknya baru kembali", ungkap lelaki itu yang enggan di sebut namanya dalam penulisan ini.
Dapat terbayangkan kerasnya kehidupan mereka mungkin ini hanya perwakilan dari sejumlah kehidupan masyarakat yang letaknya di daerah terisolir di Kabupaten Mamasa, lalu pernakah pemerintah datang menengok akan kerasnya kehidupan mereka ?
Namun di balik kerasnya kehidupan masyrakat di daerah ini yang mungkin bisa di bahasakan “sepahit Kopi” tersimpan pula keindahan alam yang menawan bagaikan emas yang
tersimpan dibalik pengunungan berlapis yang masih perawan yakni air terjun yang di perkirakan kurang lebih tingginya 200 meter.
Air terjun Sambabo menjadi kebanggaan Kabuparen Mamasa dan secara kusus Provinsi Sulawesi Barat, karena air terjun ini konon merupakan air terjun tertinggi yang ada di Pulau Sulawesi.
Keindahan serta ke istimewaan akan tertanam dalam benak pengunjung yang datang mengunjunginya, sebuah ciptaan Tuhan yang terjadi di luar nalar kita manusia.
Air terjun Sambabo muncul dari dalam tebing Gunung Sambabo yang terus megalir dan jatuh tanpa henti hingga ke tanah, untuk memandang bagian puncak badan harus bersandar pada batu untuk melihat indahnya air terjun yang jatu dari puncaknya. Namun untuk mengambil gambar atau mengabadikan keindahan air terjun ini begitu sulit mendapatkan hasil yang maksimal karna karna lensa kamere selalu terkena percinkan air .
Salah seorang pengunjung (Aprianto) yang di temui di tempat yang istimewa ini mengukapkan air terjun sambobo memang punya kesan tersendiri bagi dirinya, sebuah pemandangan yang indah di pandang mata yang kemungkinan takkan pernah saya temui di dareah lain bahkan sampai akhir hayatku.
Andai saja objek wisata ini dapat dikelola dengan baik, sebuah kebanggan dan aikon tersendiri bagi masyarakat mamasa, ungkapnya.
Selain adat dan Budaya serta Alama dan pengunungan Mamasa memang selalu menarik untuk di kunjungi selalu memberikan warna tersendiri bagi para pengunjung.
|