Sulbar.com - Empat orang lelaki tua dengan pakaian adat sedang memainkan gendang di atas rumah ukir adat Mamasa, di Desa Balla Satanetean, Kecamatan Balla, Kabupaten Mamasa, lalu Seorang penari perempuan datang dari samping rumah memaikan alat tari yang disebut kamaru dan mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Mamasa sambil memainkan kamarunya. Tak lama kemudian muncul lagi seorang perempuan yang sedang menari bergerak naik turun, seakan-akan menari mengikuti irama gendang yang dipukul oleh empat orang yang bunyinya kadang berlahan kadang keras.
Saat bunyi gendang perlahan – lahan, seorang pemain gendang meletakkan pindan yang berisi beras dan telur diatas kepala sang penari, sambil penari terus memainkan tarianya.
Kemudian sebuah parang yang tajam dicabut dari tempatnya, dan diletakkan diatas lantai dalam keadaan berdiri, terlihat sang penari berlahan – lahan menaikinya, tak lama kemudian sang penari perempuan yang berwajah cantik itu sudah berada diatas sebuah parang, dan menginjak – injak mata parang tersebut dengan kaki telanjang, sambil menari dengan iringan bunyian gendang. Terakhir penari kembali menaiki gendang yang sedang dibunyikan dan menari diatas gendang.
“Tarian ini disebut sebagai TARI BURAKE, ini sejak ratusan tahun lalu sudah turun temurun hingga saat ini, makna dari tarian ini dilatarbelakangi pengucapan syukur dimana pengucapan syukur juga dilatarbelakangi dengan nazar, yang artinya jika seseorang pria atau keluarga kelak nanti bisa mendirikan sebuah rumah ukir, maka ia akan mengadakan syukuran sebesar – besarnya. Jika nazarnya terkabul, diadakanlah pesta syukuran yang didahului yang namanya malambe yang sudah di tampilkan dalam tarian tadi.” ungkap pimpinan sanggar wisata Desa Balla Satanetean, Daeng Mangadi saat di konfirmasi usai pertujukan tarian burake tersebut di laksanakan. Sabtu (26/11/2016).
Selain itu ia juga menjelaskan bahwa makna dari malambe adalah, membuang segalah keburukan dan kepahitan didalam rumah tangga atau keluarga, sehingga semua yang tidak baik dibuang dahulu, baru masuk dalam acara syukuran. sehingga pelaksanaan sykuran terlaksana dengan baik.
“ kita buang segala sesuatunya yang tidak baik, baru kita masuk dalam syukuran tanpa ada beban –beban masalah, sehingga pelaksanaan sykuran nantinya murni dan suci serta semuanya berjalan dengan baik.” Jelasnya.
Dikonfirmasi terkait alat yang digunakan dalam tarian tersebut yang begitu ekstrim yakni sebuah parang tajam yang di injak – injak seorang penari, ia mengatakan bahwa makna dari menginjak –injak parang dalam tarian tersebut adalah membuat segala hal – hal yang tidak baik yang bisa melukai atau menggangu dalam keluarga nantinya, tidak bisa masuk untuk menganggu, itulah makna dari sang penari menginjak – injak mata parang, Katanya.
|