Mengawal gagasan, peristiwa dan informasi Sulawesi Barat [ Beranda ] [ Tentang : Sulbar ] [ Hubungi Kami ] [ Menulislah disini ! ] [ Pedoman Pemberitaan ] [ Maps ]

SulbarDOTcom
Kalindaqdaq (Pantun Mandar) :

"Batu toyang dilolangan Peatallangngoq-o naung Apaq nanaolai Lopinna tomasara nyawa."
Wahai batu dan karang di tengah samudera Tenggelam dan karamlah engkau Karena akan dilintasi Perahunya kelana yang merana

CERPEN
Jakarta
SulbarDOTcom - Jakarta


 Penulis
: DEWI BUMI
 Senin, 8 Februari 2016 23:23:47  | Dibaca : 2761 kali
 
Sulbar.com - Dua kali ke Jakarta, dua kali pula aku menemu cerita. Bukan cinta serupa kisah cinta dua remaja. Namun cerita tentang perempuan Jakarta, yang saling lirik, saling rangkul, juga saling dorong dalam kereta. Yah, Jakarta, kereta dan wanita, bagiku menjadi symbol kehidupan nyata di Indonesia.

Apalah aku ini yang dapat pergi ke Jakarta tanpa keberuntungan. Yah, hidupku memang penuh keberuntungan. Bagaimana tidak? Aku yang hanya mantan seorang TKI, yang kini sibuk berjualan mie, sering di undang ke Jakarta hanya untuk membaca puisi. Namun apakah iya aku bisa membaca puisi? Aku bahkan tak pernah belajar khusus tentang sastra. Aku hanya sekolah sampai kelas dua SMA. Namun, sekali lagi hanya sebuah keberuntungan yang tak terhingga, jika aku dapat berkunjung ke Jakarta, bertemu dengan orang-orang kaya yang menontonku mengangkat selembar kertas putih, dan membaca baris-baris kalimat yang aku baca dari atasnya. Barangkali kisah orang pinggiran sepertiku adalah hiburan bagi mereka-mereka yang tak pernah merasakan kekejaman dunia. Entahlah! Kemudian aku ganti menyaksikan mereka tertawa-tawa. Sesekali kulihat mereka berurai air mata. Ah, Jakarta!

Sore di Jakarta. Ketika itu, aku baru saja selesai bertemu dengan sastrawan nasional yang selama ini aku kenal di media sosial. Waktu itu, jam sudah menunjuk pukul empat sore. Kulihat kereta-kereta listrik sudah datang silih berganti. Aku sendiri, duduk di ruang tunggu yang usang. Hanya besi-besi panjang yang disusun menyerupai bangku taman. "Apakah benar ini ibu kota?" tanyaku kepada diriku sendiri. Dan yang lalu kujawab juga sendiri, "Maybe! Maybe yes, maybe no!"

Dan aku tak lagi peduli dengan segala pertanyaan dan jawaban yang takpenting itu. Yang kutahu, saat ini aku ada di Jakarta dan bersiap menghadapi situasi paling buruk dari system transportasi di ibu kota. Ahahaha… aku tergelak, namun sumpah aku tak berani bersuara. Kutahan tawaku sedemikian rupa agar aku tak dikira gila. Walau sebenarnya aku juga tak peduli bila mereka menganggapku demikian.

Keretaku tiba. Barisan perempuan yang berdiri - yang sudah melewati yellow line, sebagai batas bagi para penunggu kereta - yang sudah tak lagi digubris titahnya, berebut masuk ke dalam gerbong berwarna pink, yang diperkhususkan bagi kaum wanita. Aku termasuk di dalamnya. Berdesak-desakan. Adu bokong dengan penumpang lain. Kemudian, terdengar suara wanita menjerit karena kakinya terinjak. Ada yang sewot tempat duduknya diserobot. Lalu, seorang perempuan dengan perut membesar, datang meminta jatah tempat duduknya sebagai perempuan hamil.

Peluit ditiup. Kereta pun berjalan. Aku terhuyung-huyung mengikuti laju kereta yang berjalan lamban. Berhimpit-himpitan dengan tak kurang dari duaratus wanita dalam satu gerbong. Di sebelah gerbong  warna pink ini, ada gerbong umum yang bisa di tempati laki-laki. Aku tersenyum membayangkan kejadian di gerbong sebelah. Alangkah muaknya bila, dalam keadaan yang sudah sangat menyiksa, ada tangtan-tangan gentayangan di atas paha. Sial! Benar-benar sial menjadi wanita dalam kereta senja di Jakarta!

Tentu aku tidak ingin membandingkan kota Jakarta dengan ibu kota Negara lain yang pernah kukunjungi. Tidak! Apa pun keadaan Jakarta, tetap akan aku bela kemana-mana, termasuk parahnya keadaan transportasi masal yang ada. Dalam status di akun facebook yang kumiliki, aku menulis:

Jakarta oh Jakarta
Rupamu elok mempesona
Juga, tempat berdirinya masjid terbesar di ASIA
Oh, Jakarta
Kau kota perkasa
Tak takut bom apa pun namanya
Walau sayang sejuta sayang,
Di dalam tubuhmu, hidup manusia-manusia buruk rupa
Yang berlindung di balik nama
Rakyat jelata!

Kereta merambat. Sesekali, ketika kereta mendadak berhenti, kami yang saling berhimpitan seperti ikan teri, nyaris jatuh bersama-sama. Namun Jakarta tetaplah Jakarta. Jangankan kereta senja yang penuh dengan wanita perkasa, bom bunuh diri saja di jadikan obyek bully di media masa.

Kurasakan telephonku bergetar. Namun aku tak bisa mengangkatnya karena tangan berpegang pada tiang yang ada. Lagi pula, aku tak mau telephoneku jatuh ke lantai dan menjadi korban injak ibu-ibu yang sudah kelelahan, suntuk oleh suasana.

Kuarahkan pandanganku pada wajah-wajah lelah yang ada. Tiba-tiba hidungku mencium sesuatu. Mata-mata saling melirik satu sama lain, seolah saling menuduh pantat siapa yang sudah begitu tega menyebar aroma busuk yang menjadi teror kemanusiaan dalam kereta senja. Aku kesal. Namun akhirnya, aku lebih memilih untuk merelakan dia menyakiti hidungku barang sesaat dari pada dia menahan sakit untuk beberapa jam ke depan. Hmm… dari sana aku belajar tentang arti sebuah ketabahan seorang wanita di Jakarta. Yah, Jakarta si ibu kota Negara.

Stasiun Tangerang. Hari sudah begitu gelap dan kurasa, bau badanku tak lebih wangi dari ikan pindang yang di jual di pasar-pasar. Amis-amis kecut dengan sedikit aroma sedap. Tak begitu kupedulikan soal bau badanku karena aku tak sendirian. Keluar dari stasiun, aku masuk angkot yang langsung disambut bau yang serupa. Aha! Jakarta. Selalu dapat menghadirkan cerita-cerita usang manusia pinggiran yang tak lelah harapan. Di sana, seorang penjual minuman sibuk menawarkan dagangan. Lalu, disusul oleh seorang lelaki kecil yang menjual tisu bijian. Aku tersenyum, gembira melihat saudaraku tak lelah melawan nasib yang tak menentu. Menjalani hidup tak hanya sekedar hidup, namun penuh perjuangan nyata untuk sebuah asa.

Telephoneku kembali bergetar. Ada pesan singkat tertulis di sana. Aku menunggumu di rumah. Ada sayur daun singkong  dan tempe goreng untuk makan malam. Segeralah pulang! Sebuah pesan cinta dari sahabat sekaligus ibu angkatku. Seorang perempuan yang menghabiskan umurnya untuk asosiasi pergerakan para buruh. Seorang perempuan yang hanya memiliki cinta dalam hidupnya. Yah, salah satu perempuan Jakarta yang tak lelah berupaya dan berdoa dengan segala keyakinan yang ada.

Dengan segera aku membalasnya, OK. Dan angkutan kota melaju membelah lautan manusia. Supir-supir angkot saling bertukar sapa dan memberi uang seribu rupiah untuk para calo. Aku menawarkan sebotol minuman dingin kepada pak supir yang segera ditolak dengan bercanda, "Ah, Ibu! Ngasih minum kok cuma air putih!" kami tergelak bersama. Mentertawakan kehidupaan yang tak bisa diprediksi namun akan terus kami jalani. Seperti parody yang aku mainkan di atas panggung-panggung di hadapan para pengundangku. Dan, sekali lagi, kini kudapati diriku telah menjadi wanita bagian dari Jakarta. Walau esok hari, akan segera kutinggalkan dia untuk kembali ke desa. Menjadi aku yang aku. Yang tak lelah mengais rejeki di jalan-jalan Tuhan yang baik. Yah, Tuhan yang sangat baik. Sebaik janin yang kini bertumbuh dalam rahimku. Kelak, dialah yang akan menggantikan aku dalam berjuang di belantara kehidupan. Dan juga Jakarta!
 
 
Tentang Penulis
Penulis Nama : DEWI BUMI

Tinggal di Surabaya aktif sebagai penulis lepas diragam media, termasuk di media online dan juga bloger


ARTIKEL TERKAIT
 
KOMENTAR
 
Tulis Komentar
Nama :
Email :
URL :
Komentar :
   
   
   
     
    Catatan :
No Ads, No Spam, No Flood please !
Mohon tidak menulis iklan, spamming dan sejenisnya.
 MAIN MENU
> Home
> How to go to SULBAR
v Accomodation :
   - Hotel
   - Rumah Makan (Restaurant)
> Obyek Wisata (Destination)
> Kalender Wisata (Event Calendar)
> Directory
> Peluang Investasi (Investment)
> Perpustakaan Online (Library)
v Pemerintahan (Gov) :
   - Aparatur Pemerintah (Gov Officer)
   - UMKM / UKM


 

 

Email : info [at] sulbar.com | Email Redaksi : redaksi [at] sulbar.com

Situs ini merupakan situs berita online independen seputar wilayah Sulawesi Barat
This site is an independent online news sites around the area of West Sulawesi

copyright © 2004 - 2023 SulbarDOTcom - http://www.sulbar.com/

Online sejak 16-okt-2004

Saat ini orang Online.
Jumlah pengunjung : 2,511,384

web server monitoring service RSS